Aku pernah
bertanya, akan seperti apa akhir hubungan yang selama ini aku jalani, yang
selama ini aku perjuangkan, dan yang selama ini aku abaikan segala rasa sakit
dan lukanya. Tapi sekarang semua pertanyaanku terjawab. Semua berakhir karena
aku menyerah kepada diriku sendiri, kepada keadaan.
Aku menyerah
bukan karena aku tidak pernah berjuang, bukan karena dia tidak pernah bejuang,
bukan karena kami tidak pernah saling berjuang. Aku tau dia berjuang dengan
caranya, dan aku berjuang dengan cara ku. Kami berjuang.. hanya saja tekad kami
yang berbeda. Intensitas perjuang kami yang berbeda. Tingkat kegigihan kami
yang berbeda. Dan rasa untuk menghargai setiap perjuangan yang diberi yang
berbeda..
Aku menyerah
setelah melewati semua perjuanganku. Aku selalu berjuang untuk menjadi seorang kekasih, seorang sahabat, seorang adik, seorang kaka, bahkan aku selalu
mencoba berjuang untuk menjadi seorang Ibu yang sedia untuk menjadi tempat
berbagi, tempat menumpahkan segala amarah, kegelisahan dan juga kekalutannya. Aku berjuang
untuk jadi yang terbaik untuk dia. Aku berusaha untuk menjadi teman berbagi
yang baik. Aku berusaha untuk selalu menjadi seorang ibu yang rela menunggu
untuk memastikan seorang anaknya sampai di rumah dengan selamat – selarut
apapun. Aku belajar untuk menggoreskan senyum diwajahnya walau harus mengabaikan
sakit dan luka ku. Aku belajar untuk berbagi apa yang aku miliki bahkan semua
yang harusnya menjadi hakku. Aku berjuang untuk selalu tegar saat aku harus
menjadi tempat dia mengeluh, menumpahkan amarah, kekalutan. Aku berjuang untuk
selalu ada di sampingnya saat masa-masa tersulitnya, bukan hanya lewat ucapan
semangat tapi aku turut serta terjun mendampinginya. Aku berusaha untuk menerima
ketika harus selalu disalahkan untuk hal-hal yang gak pernah aku ketahui sampai
saat ini letak salahku. Aku berusaha untuk memastikan makan siangnya terjamin dengan berusaha membawakan bekal ke kantornya. Aku berjuang untuk bisa menjadi sosok wanita yang selalu dia banggakan. Tetapi,
tidak semua yang kita usahakan berujung dengan hasil yang kita inginkan, bukan? Dan
jika kita menjabarkan suatu penjelasan bukan berarti kita tidak tulus,
terkadang untuk dimengerti semua harus dikatakan, bukan?
Sekarang saat
dia merasa hidupnya teramat balance dengan orang-orang yang ada untuknya dengan
berbagi semua tawa, dengan orang-orang yang dia yakini memiliki simpati
untuknya. Satu yang terkadang dia lupakan yaitu bukan hanya orang yang bersimpati yang dia dibutuhkan, tetapi orang yang mau berempati akan keadaan kita
yang paling dibutuhkan.
Aku menyadari,
seorang Ibu terkadang dirasa mengurung anaknya dengan segala peraturan dan
sikap yang dibuatnya. Tapi tanpa kita sadari seorang Ibu itulah yang justru
sedang berjuang melindungi anaknya dan melakukan yang terbaik untuk anaknya. seorang Ibu hanya khawatir akan keselamatan atau segala hal tentang hidup anaknya. Aku
yakin, tidak ada seorang Ibu pun yang berusaha mengurung anaknya, menjauhkan
anaknya dari kebahagiaannya.
Dan sampai saat aku menyadari semua hanya dirasa
sebagai suatu kurungan yang menghambatnya (lagi), mungkin sebagai seorang
pendamping, sahabat, kaka, adik, dan sebagai seorang yang berusaha menjadi
sosok seorang Ibu sudah saatnya aku berhenti berusaha memastikan bahagianya.
Apa yang dia
kutuki sebagai hal yang dia anggap sebagai kurangan yang hanya mengekang bahagianya, sekarang tidak
akan pernah lagi dia temui ada di hidupnya. Semoga hidupnya selalu balance dan
bahagia seperti yang dia banggakan saat ini. Aku berdoa, selalu…
Dan sekarang aku mengerti mengapa Tuhan sempat memberikanku masa-masa tersulit untuk bertahan,
masa-masa yang paling menyakitkan untuk melangkah, masa-masa terberat untuk berjuang. Tuhan selalu ingin
mendewasakn umatnya dan mengajarkan hati kita sehingga saat kita mendapatkan
sosok yang bisa menghargai segala hal tentang diri kita, kita tau bagaimana caranya untuk bersyukur.