Selasa, 28 Oktober 2014

Aku datang, bukan untuk merubah keadaan yang ada, bukan untuk menarikmu kembali, bukan untuk membuatmu beriringan denganku.
Aku hanya ingin berdamai, berdamai dengan semua kesalahan-kesalahanku. Berdamai dengan semua rasa penyesalanku. Berdamai dengan gejolak perasaanku untukmu.
Aku menyadari telah cukup lama aku berdiri di tempat yang sama, mengharapkan rumah yang dulu aku miliki kembali. Kembali menghangatkanku, melindungiku, mendekapku, kamu..
Detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam, hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, aku tetap disini, menanti..
"Capai garis finishmu, dengan atau tanpa aku". Kamu ingat pernah menulis kalimat ini di akhir suratmu? Ya, setelah meninggalkan kota ini, aku akan berusaha mencapai garis finish aku, walau tanpa kamu.. Sekarang, aku melepaskan semuanya, kenangan kita, rasa kita, harapan, dan rumah yang selalu aku dambakan untuk kembali.

Kamu harus bahagia, selalu..

Minggu, 25 Mei 2014

The End...


Aku pernah bertanya, akan seperti apa akhir hubungan yang selama ini aku jalani, yang selama ini aku perjuangkan, dan yang selama ini aku abaikan segala rasa sakit dan lukanya. Tapi sekarang semua pertanyaanku terjawab. Semua berakhir karena aku menyerah kepada diriku sendiri, kepada keadaan.

Aku menyerah bukan karena aku tidak pernah berjuang, bukan karena dia tidak pernah bejuang, bukan karena kami tidak pernah saling berjuang. Aku tau dia berjuang dengan caranya, dan aku berjuang dengan cara ku. Kami berjuang.. hanya saja tekad kami yang berbeda. Intensitas perjuang kami yang berbeda. Tingkat kegigihan kami yang berbeda. Dan rasa untuk menghargai setiap perjuangan yang diberi yang berbeda..

Aku menyerah setelah melewati semua perjuanganku. Aku selalu berjuang untuk menjadi seorang kekasih, seorang sahabat, seorang adik, seorang kaka, bahkan aku selalu mencoba berjuang untuk menjadi seorang Ibu yang sedia untuk menjadi tempat berbagi, tempat menumpahkan segala amarah, kegelisahan dan juga kekalutannya. Aku berjuang untuk jadi yang terbaik untuk dia. Aku berusaha untuk menjadi teman berbagi yang baik. Aku berusaha untuk selalu menjadi seorang ibu yang rela menunggu untuk memastikan seorang anaknya sampai di rumah dengan selamat – selarut apapun. Aku belajar untuk menggoreskan senyum diwajahnya walau harus mengabaikan sakit dan luka ku. Aku belajar untuk berbagi apa yang aku miliki bahkan semua yang harusnya menjadi hakku. Aku berjuang untuk selalu tegar saat aku harus menjadi tempat dia mengeluh, menumpahkan amarah, kekalutan. Aku berjuang untuk selalu ada di sampingnya saat masa-masa tersulitnya, bukan hanya lewat ucapan semangat tapi aku turut serta terjun mendampinginya. Aku berusaha untuk menerima ketika harus selalu disalahkan untuk hal-hal yang gak pernah aku ketahui sampai saat ini letak salahku. Aku berusaha untuk memastikan makan siangnya terjamin dengan berusaha membawakan bekal ke kantornya. Aku berjuang untuk bisa menjadi sosok wanita yang selalu dia banggakan. Tetapi, tidak semua yang kita usahakan berujung dengan hasil yang kita inginkan, bukan? Dan jika kita menjabarkan suatu penjelasan bukan berarti kita tidak tulus, terkadang untuk dimengerti semua harus dikatakan, bukan?

Sekarang saat dia merasa hidupnya teramat balance dengan orang-orang yang ada untuknya dengan berbagi semua tawa, dengan orang-orang yang dia yakini memiliki simpati untuknya. Satu yang terkadang dia lupakan yaitu bukan hanya orang yang bersimpati yang dia dibutuhkan, tetapi orang yang mau berempati akan keadaan kita yang paling dibutuhkan.

Aku menyadari, seorang Ibu terkadang dirasa mengurung anaknya dengan segala peraturan dan sikap yang dibuatnya. Tapi tanpa kita sadari seorang Ibu itulah yang justru sedang berjuang melindungi anaknya dan melakukan yang terbaik untuk anaknya. seorang Ibu hanya khawatir akan keselamatan atau segala hal tentang hidup anaknya. Aku yakin, tidak ada seorang Ibu pun yang berusaha mengurung anaknya, menjauhkan anaknya dari kebahagiaannya.

Dan sampai saat aku menyadari semua hanya dirasa sebagai suatu kurungan yang menghambatnya (lagi), mungkin sebagai seorang pendamping, sahabat, kaka, adik, dan sebagai seorang yang berusaha menjadi sosok seorang Ibu sudah saatnya aku berhenti berusaha memastikan bahagianya.

Apa yang dia kutuki sebagai hal yang dia anggap sebagai kurangan yang hanya mengekang bahagianya, sekarang tidak akan pernah lagi dia temui ada di hidupnya. Semoga hidupnya selalu balance dan bahagia seperti yang dia banggakan saat ini. Aku berdoa, selalu…

Dan sekarang aku mengerti mengapa Tuhan sempat memberikanku masa-masa tersulit untuk bertahan, masa-masa yang paling menyakitkan untuk melangkah, masa-masa terberat untuk berjuang. Tuhan selalu ingin mendewasakn umatnya dan mengajarkan hati kita sehingga saat kita mendapatkan sosok yang bisa menghargai segala hal tentang diri kita, kita tau bagaimana caranya untuk bersyukur.

Minggu, 30 Maret 2014


Ketika cinta selalu pulang…

Ketika cinta ini pulang dari perjalanan panjangnya, saat itu pula aku tersadar. Tidak ada ruang lagi yang tersisa untukku kembali. Telah terlalu lama aku berpetualang diluar sana, meinkamti keindahan, kesedihan dan kesakitan itu sendiri – juga kerinduanku akan rumah. Rumah yang selalu memberikan ketenangan dan kebahagiaan dengan kesederhanaannya.

Tetapi kaki ini terlanjur terpaku di suatu tempat yang teramat jauh dari rumah, membuatku terlalu sulit untuk beranjak pergi dari peraduan yang sungguh teramat menyakitkan. Bibir ini tersenyum, lidah ini masih mampu berbicara manis, tetapi hati ini selalu berontak, menangisi kerinduannya untuk segera pulang – rumah…

Tetapi perjuanganku untuk bisa lepas dari tempat mengerikan ini dirasa sudah tak diperlukan lagi, waktu tak akan kembali memperbaiki semuanya – terlambat.. hanya satu yang ku tau pasti, tak akan ada lagi rumah, tak akan ada lagi tempat untukku pulang – bersandar disaat kerapuhan menggerogoti diri, berlindung disaat semuanya menyakiti. Mungkin rasa ini – besarnya cinta yang selalu menjadi alasan untukku kembali dirasa tak cukup untuk membuatku berada di satu lini yang sama denganmu – lagi.

Mungkin akhir bahagia memang bukan milik kita – bukan milikku..



Ps:  I’ll always call you home.

Rumah…

Rumahku memang tidak sebesar yang mereka miliki,
Tetapi mampu membuatku begitu nyaman berada disana..

Rumahku memang tidak setinggi pilar-pilar yang berjajar di setiap istana,
Tetapi cukup memberikan kesejukan bagi diri ini..

Rumahku memang tidak seperti apa yang orang lain dambakan,
Tetapi lebih dari cukup untuk selalu aku banggakan..

Kamis, 20 Februari 2014


Aku menemukanmu disaat aku sedang jatuh-jatuhnya akan cinta. Di sini, di kota tempat dimana kita sama-sama dibesarkan menjadi masing-masing manusia yang sama-sama mencari arti dari suatu kata – bahagia. Entah apa yang membawaku kini tetap dekat denganmu, membuat mataku untuk selalu mencari alas an untuk memandangmu, membuat aku gelisah saat menahan rindu, membuat hatiku berdebar setiap melihatmu, dan membuat perutku bergejolak saetiap kamu menyapaku.
Aku tidak pernah mengerti mengapa Tuhan selalu mempertemukan kita, membawaku untuk selalu menemuimu dikeadaan terendahku, disaat aku sedang hancur-hancurnya. Aku juga tidak pernah berfikir kenapa aku selalu menjatuhkan hatiku kepadamu, membuatku menyayangimu setinggi ini, memberikan seluruh perhatianku kepadamu, dan aku tidak pernah sedikitpun mengira bahwa kamu akan sebegitu berarti untuk hidupku – keterpurukanku.
Aku mencintaimu tanpa perlu menggenggammu, aku menyayangimu tanpa perlu kamu selalu berada disini – disampingku, aku mencintaimu tanpa perlu selalu melihatmu di hadapanku, aku mencintaimu dalam jarak – jarak yang tidak pernah kita inginkan. Aku mencintaimu dalam kesibukan kita yang sedikit demi sedikit menggerogoti kebersamaan kita. Aku menyayangimu dengan caraku yang sederhana. Sesederhana melihat sinar di matamu saat bertatapan denganku, sesederhana melihat senyum di bibirmu yang selalu menulariku, sesederhana lelucon-lelucon yang hadir di setiap perbincangan hangat kita, sesederhana tawa di sudut percakapan absurd kita, sesederhana caramu mendengarkan setiap cerita-ceritaku. Sesederhana senyum yang mengembang di bibirku saat melihatmu bersusah payah memotong daging steak dengan gayamu yang apa adanya, sesederhana rasa nyaman yang selalu hadir setiap ku di dekapmu. Seindah lili yang merekah saat rindu berbalas. Seringan langkah kaki setiap melangkah bersamamu. Sekuat keyakinanmu bahwa aku bisa menghadapi setiap masalah. Setenang saat bersandar di pundakmu.
Inikah cinta? Cinta yang akan selamanya bersemi? Atau justru cinta yang akhirnya akan berakhir sama – layu seiring bergulirnya waktu?

Senin, 03 Februari 2014

jika ucapanku tidak bisa membuatmu mengerti, mungkin bisa dengan amarahku.
tetapi jika amarahku tidak bisa membuatmu mengerti, mungkin bisa dengan tangisku.
tetapi jika tangisku juga tidak bisa membuatmu mengerti, mungkin bisa dengan senyumku.
tetapi jika senyumku tidak bisa membuatmu mengerti juga, mungkin bisa dengan diamku.
tetapi jika semua cara itu tidak bisa membuatmu mengerti, mungkin dengan kepergianku kamu bisa mengerti semua yang selama ini tidak bisa kamu mengerti...

Jumat, 31 Januari 2014

karena "ini buat kamu" terdengar lebih tulus
dibanding "kamu mau yang mana?"
karena "aku dijalan jemput kamu" terdengar lebih manis
dibanding "kamu mau aku jemput?"
 


"karena ketulusan dan pengorbanan diberi tanpa perlu dipertanyakan"

Kamu tau kesalahan yang paling bodoh itu apa? Saat pertama kali kita melakukan kesalahan yang membuat kita kehilangan sesuatu yang kita miliki, tapi beberapa waktu kemudian kita mendapatkannya kembali, tetapi kita melakukan kesalahan yang sama berkali-kali.
Aku pernah menemukan seseorang yang selalu bermain-main dengan suatu lubang, lalu kemudian jatuh terlalu dalam akan lubang itu – cinta. Lubang yang lambat laun menyadarkannya, bahwa tempat yang kita anggap menyenangkan untuk bermain-main, tidak selamanya bisa membuatnya tertawa. Lubang itu, lubang yang merenggut tawanya, merubahnya menjadi tangis. Lubang yang membuatnya berjuang lebih keras untuk bertahan, lubang yang membuatnya selalu menatap langit senja dan berharap keajaiban itu akan segera datang untuk mengeluarkannya dari sana, mengembalikan semua yang ia miliki sebelumnya – tawa.
Apa kamu bisa membayangkan bagaimana sedih dan tersiksanya terjebak dalam suatu lubang? Terus menerus berjuang untuk merubah gelapnya lubang itu menjadi tempat yang sedikit nyaman dan menyenangkan? Seperti ingin merubah senja yang selalu memerah menjadi biru – sia-sia. Ibuku pernah mengatakan sesuatu kepadaku “dikeadaan apapun, kita harus selalu ikhlas dan lakukan apapun dengan tulus, maka semua akan menjadi indah”. Dahulu, saat aku masih bisa tertawa-tawa berlarian dengan teman-teman sebayaku tanpa suatu beban, aku selalu mengamalkan kata-kata ibuku dan percaya bahwa kata-kata ibuku terbukti benar, semakin aku dewasa, saat aku melihat seseorang itu terperosok akan lubang yang menyesakkan, aku berfikir, mengapa tidak orang itu ikhlas saja berada di dalam sana dan lakukan apapun yang bisa dia lakukan dengan ketulusan? Tetapi tidak semudah itu untuk menjadi ikhlas, untuk melakukan ketulusan berkali-kali – ketulusan yang tidak pernah dianggap oleh siapapun.
Tetapi aku ingat kata-kata ibu yang lainnya, “jika tidak ada yang bisa menghargai kebaikan dan ketulusan yang kita perbuat, jangan berkecil hati karena ketulusan hanya bisa di lihat dengan hati, jika orang lain tidak bisa merasakannya, mungkin karena mereka sedang sibuk akan dunianya yang lebih mengutamakan logikanya dari pada hatinya. Atau, memang kita yang salah dalam penyampaiannya”. Lalu, untuk apa kamu larut akan kesedihan itu? Berjuanglah dengan ikhlas, tulus untuk keluar dari lubang itu – lubang yang merenggut tawamu dan merubahnya menjadi tangis. Jangan pernah berhenti sedikitpun, dan jangan pernah melihat dan terperosok ke dasar lubang itu kembali. Ada tawa yang menantimu di atas sana, berjuanglah.. sunrisemu menanti dengan indah di peraduannya.