Kamu tau
kesalahan yang paling bodoh itu apa? Saat pertama kali kita melakukan kesalahan
yang membuat kita kehilangan sesuatu yang kita miliki, tapi beberapa waktu
kemudian kita mendapatkannya kembali, tetapi kita melakukan kesalahan yang sama
berkali-kali.
Aku pernah
menemukan seseorang yang selalu bermain-main dengan suatu lubang, lalu kemudian
jatuh terlalu dalam akan lubang itu – cinta. Lubang yang lambat laun menyadarkannya,
bahwa tempat yang kita anggap menyenangkan untuk bermain-main, tidak selamanya
bisa membuatnya tertawa. Lubang itu, lubang yang merenggut tawanya, merubahnya
menjadi tangis. Lubang yang membuatnya berjuang lebih keras untuk bertahan,
lubang yang membuatnya selalu menatap langit senja dan berharap keajaiban itu
akan segera datang untuk mengeluarkannya dari sana, mengembalikan semua yang ia
miliki sebelumnya – tawa.
Apa kamu bisa
membayangkan bagaimana sedih dan tersiksanya terjebak dalam suatu lubang? Terus
menerus berjuang untuk merubah gelapnya lubang itu menjadi tempat yang sedikit
nyaman dan menyenangkan? Seperti ingin merubah senja yang selalu memerah
menjadi biru – sia-sia. Ibuku pernah mengatakan sesuatu kepadaku “dikeadaan
apapun, kita harus selalu ikhlas dan lakukan apapun dengan tulus, maka semua
akan menjadi indah”. Dahulu, saat aku masih bisa tertawa-tawa berlarian dengan
teman-teman sebayaku tanpa suatu beban, aku selalu mengamalkan kata-kata ibuku
dan percaya bahwa kata-kata ibuku terbukti benar, semakin aku dewasa, saat aku
melihat seseorang itu terperosok akan lubang yang menyesakkan, aku berfikir,
mengapa tidak orang itu ikhlas saja berada di dalam sana dan lakukan apapun
yang bisa dia lakukan dengan ketulusan? Tetapi tidak semudah itu untuk menjadi
ikhlas, untuk melakukan ketulusan berkali-kali – ketulusan yang tidak pernah
dianggap oleh siapapun.
Tetapi aku ingat
kata-kata ibu yang lainnya, “jika tidak ada yang bisa menghargai kebaikan dan
ketulusan yang kita perbuat, jangan berkecil hati karena ketulusan hanya bisa
di lihat dengan hati, jika orang lain tidak bisa merasakannya, mungkin karena
mereka sedang sibuk akan dunianya yang lebih mengutamakan logikanya dari pada
hatinya. Atau, memang kita yang salah dalam penyampaiannya”. Lalu, untuk apa
kamu larut akan kesedihan itu? Berjuanglah dengan ikhlas, tulus untuk keluar
dari lubang itu – lubang yang merenggut tawamu dan merubahnya menjadi tangis.
Jangan pernah berhenti sedikitpun, dan jangan pernah melihat dan terperosok ke dasar
lubang itu kembali. Ada tawa yang menantimu di atas sana, berjuanglah.. sunrisemu
menanti dengan indah di peraduannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar