Jumat, 31 Januari 2014


Kamu tau kesalahan yang paling bodoh itu apa? Saat pertama kali kita melakukan kesalahan yang membuat kita kehilangan sesuatu yang kita miliki, tapi beberapa waktu kemudian kita mendapatkannya kembali, tetapi kita melakukan kesalahan yang sama berkali-kali.
Aku pernah menemukan seseorang yang selalu bermain-main dengan suatu lubang, lalu kemudian jatuh terlalu dalam akan lubang itu – cinta. Lubang yang lambat laun menyadarkannya, bahwa tempat yang kita anggap menyenangkan untuk bermain-main, tidak selamanya bisa membuatnya tertawa. Lubang itu, lubang yang merenggut tawanya, merubahnya menjadi tangis. Lubang yang membuatnya berjuang lebih keras untuk bertahan, lubang yang membuatnya selalu menatap langit senja dan berharap keajaiban itu akan segera datang untuk mengeluarkannya dari sana, mengembalikan semua yang ia miliki sebelumnya – tawa.
Apa kamu bisa membayangkan bagaimana sedih dan tersiksanya terjebak dalam suatu lubang? Terus menerus berjuang untuk merubah gelapnya lubang itu menjadi tempat yang sedikit nyaman dan menyenangkan? Seperti ingin merubah senja yang selalu memerah menjadi biru – sia-sia. Ibuku pernah mengatakan sesuatu kepadaku “dikeadaan apapun, kita harus selalu ikhlas dan lakukan apapun dengan tulus, maka semua akan menjadi indah”. Dahulu, saat aku masih bisa tertawa-tawa berlarian dengan teman-teman sebayaku tanpa suatu beban, aku selalu mengamalkan kata-kata ibuku dan percaya bahwa kata-kata ibuku terbukti benar, semakin aku dewasa, saat aku melihat seseorang itu terperosok akan lubang yang menyesakkan, aku berfikir, mengapa tidak orang itu ikhlas saja berada di dalam sana dan lakukan apapun yang bisa dia lakukan dengan ketulusan? Tetapi tidak semudah itu untuk menjadi ikhlas, untuk melakukan ketulusan berkali-kali – ketulusan yang tidak pernah dianggap oleh siapapun.
Tetapi aku ingat kata-kata ibu yang lainnya, “jika tidak ada yang bisa menghargai kebaikan dan ketulusan yang kita perbuat, jangan berkecil hati karena ketulusan hanya bisa di lihat dengan hati, jika orang lain tidak bisa merasakannya, mungkin karena mereka sedang sibuk akan dunianya yang lebih mengutamakan logikanya dari pada hatinya. Atau, memang kita yang salah dalam penyampaiannya”. Lalu, untuk apa kamu larut akan kesedihan itu? Berjuanglah dengan ikhlas, tulus untuk keluar dari lubang itu – lubang yang merenggut tawamu dan merubahnya menjadi tangis. Jangan pernah berhenti sedikitpun, dan jangan pernah melihat dan terperosok ke dasar lubang itu kembali. Ada tawa yang menantimu di atas sana, berjuanglah.. sunrisemu menanti dengan indah di peraduannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar